"Assalamualaikum...jangan lupa berdoa sebelum membaca yah!! semoga blog ini bermanfaat untuk kita semua..amiinn.."

Selasa, 26 Oktober 2010

Relay Wiring Diagram

Sequence Diagram

Relay pada umumnya di aplikasikan untuk sequence control yaitu peralatan control yang bekerja secara berurutan.  Dalam aplikasi sequence control tersebut relay di wiring sedemikian rupa, rumit dan komplek. Wiring relay dalam sequence control di kenal dengan istilah sequence diagram. Jika belum mengerti tentang relay, baca artikel kami sebelumnya tentang "Basic Relay"

Type Diagram Sequencial

Tipe diagram sequencial itu ada 2 tipe:
  1. Tipe Horizontal
  2. Tipe Vertical

1. Tipe Horizontal

Cara menggambar sequence diagram dengan tipe ini adalah sebagai berikut:
  1. Garis busbar daya berupa garis vertical yang terletak di sebelah kiri dan kanan
  2. Cara menggambar di mulai dari kiri dan kanan
  3. Aliran sinyal dari kiri ke kanan
Lihat gambar berikut.

2. Tipe Vertical

Cara menggambar sequence diagram untuk tipe ini berbeda dengan tipe horizontal, yaitu:
  1. Garis busbar daya berupa garis horizontal yang terletak di atas dan bawah
  2. Cara menggambar di mulai dari atas ke bawah
  3. Arah aliran sinyal dari atas ke bawah

Cara menggambar sequence diagram

Untuk menggambar sequence diagram ada 7 step yang di gunakan, yaitu:
  1. Tentukan tipe sequence diagram yang akan di gunakan. Apakah tipe horizontal atau vertical. Umumnya tipe horizontal yang banyak di gunakan.
  2. Buatlah garis busbar daya. Jika di pilih tipe horizontal, maka buatlah garis busbar daya vertical dan jika di pilih tipe vertical, maka buatlah garis busbar daya horizontal.
  3. Tandai garis busbar  daya yang telah di buat, Jika sumber daya yang di gunakan adalah sumber daya AC, maka tandai dengan LN, Jika sumber daya yang di gunakan adalah sumber daya DC, tandai dengan PN.
  4. Mulai menggambar dengan menggunakan simbol sequence diagram. Untuk lihat detail simbol diagram, baca artikel kami yang berjudul "PLC Wiring"
  5. Gambarlah sequence diagram secara lengkap. Jika tipe sequence diagram yang di guanakan tipe horizontal, maka sequence diagram digambarkan seperti tangga dari atas ke bawah. Jika tipe vertical yang di gunakan, maka sequence diagram di gambarkan dari atas ke bawah dan bergerak ke kanan.
  6. Jika output / coil lebih dari 1 beban, maka harus di susun secara parallel. Tidak di perbolehkan di hubungkan secara seri, karena akan menimbulkan tegangan drop. Jika output hanya 1 beban, maka step ini di abaikan
  7. Jika sequence diagram selesai di buat, maka tulis komentar di sisi kanan dan alamat di sisi kiri.

Contoh aplikasi

Gambarlah sequence diagram dengan urutan kerja sebagai berikut.
Input Output
SW PB1 PB2 L1 L2
Off X X Off Off
X X Off Off Off
On On On On On
Gunakan Relay 24VDC dan lampu VDC.
Jawaban
Berdasarkan prosedur cara menggambar sequence diagram di atas, maka step by step cara menggambar dari contoh di atas adalah sebagai berikut :
1. Tipe sequence diagram yang akan di gunakan adalah tipe horizontal.
2. Garis busbar daya di gambarkan seperti berikut:

3. Garis busbar daya di tandai dengan PN, karena sumber daya yang di gunakan adalah sumber daya DC. Lihat gambar berikut.

4. Mulai mengambar sequence diagram menggunakan simbol-simbol sequence diagram sesuai dengan soal di atas. Lihat gambar berikut.
Start penggambaran sequence diagram

Gambar sequence diagram dalam satu baris.

5.  Gambar sequence diagram 80% dari soal di atas. gambar lengkapnya akan kami tampilkan di step 6, karena bebannya menggunakan 2 lampu yang kerjanya bersamaan.

6. Beban yang di gunakan ada 2 beban yang kerjanya bersamaan, yaitu lampu 1 dan lampu 2. maka cara mengambarnya sebagai berikut.

7. KOmentar dan alamat untuk gambar sequence diagram di atas adalah sebagai berikut.







Sumber :http://www.zanexio.com/tutorial/relay-control/Relay-Wiring-Diagram.html 

Simbol - Simbol Elektronika

Dibawah ini adalah beberapa simbol elektronika yang umum dalam elektronika :
1. Simbol Resistor :
2. Simbol Kapasitor :

3. Simbol Dioda :

4. Simbol Transistor :

5. Simbol Gerbang Logika :

6. Simbol Pengkabelan :

7. Simbol Pengukuran :

8. Simbol Sensor :

8. Simbol Sirkuit Power :
  
Sumber :http://elektrokita.blogspot.com/2008/10/simbol-simbol-elektronika.html

MENGENAL & MENGUKUR KOMPONEN ELEKTRONIKA KAPASITOR

2. KAPASITOR

Nama lainnya adalah kondensator. Adalah komponen yang terdiri dari 2 pelat logam yang dipisahkan dengan isolator. Isolator ini menunjukkan nama dari kapasitor tersebut. Ukuran kapasitor adalah Farad.

1 Farad (F) = 1.000.000 mikro Farad (F)
1 mikro Farad (F) = 1.000 nano Farad (nF)
1 nano Farad (nF) = 1.000 piko Farad (pF)

Sifat kapasitor adalah dapat menerima arus listrik dan menyimpannya dalam waktu yang relatif.

Adapun jenis – jenis kapasitor berdasarkan isolatornya adalah sebagai berikut :

a. Kondensator Elektrolit / ELCO (kondensator yang memiliki polaritas, kaki + dan kaki -)
b. Kondensator Keramik
c. Kondensator Mylar
d. Kondensator Mika
e. Kondensator Kertas

Penggunaan kapasitor dalam rangkaian :
• Sebagai perata arus
• Sebagai penyimpan arus listrik



Simbol Kondensator dalam Rangkaian adalah "C" dan simbol gambarnya adalah :


Cara Membaca Elco

Misalnya dibadan ELCO tertera tulisan 10uF/16v berarti ELCO tersebut memiliki ukuran 10 mikro farad dan tegangan kerjanya maksimal 16v. Jika tegangan yang diberikan lebih besar dari tegangan kerja maka ELCO akan rusak. Sisi ELCO yang terdapat tanda panah menunjukkan kaki disisi tersebut adalah kaki negatif.

Cara Membaca Kapasitor Keramik / Mika / Mylar

Misalnya di badan kapasitor tersebut tertera tulisan 103 artinya :
• Angka I : melambangkan angka
• Angka II : melambangkan angka
• Angka III : melambangkan jumlah nol & ukurannya dalam piko Farad.
Jadi nilai kapasitor tersebut adalah 10.000 pF = 10 nF = 0,01uF.

Mengukur Elco Dengan Multitester

1. Putar batas ukur pada Ohmmeter X1 / X10 untuk elco yang ukurannya besar dan X100 / X1K untuk elco yang ukurannya kecil.
2. Hubungkan probe ke masing-masing kaki ELCO (bolak balik sama saja)
3. Lihat penunjukan jarum pada papan skala.
Kesimpulan Hasil Pengukuran

• Jarum menunjuk angka & kembali ke tempat semula : elco baik
• Jarum menunjuk angka & tidak kembali ke tempat semula : elco bocor
• Jarum tidak bergerak sama sekali : elco putus
• Jarum menunjuk angka nol : elco short


Mengukur Kapasitor Non Polar Dengan Multitester

1. Putar batas ukur pada Ohmmeter X1K / X10K
2. Hubungkan probe ke masing-masing kaki kapasitor (bolak balik sama saja)
3. Lihat penunjukan jarum pada papan skala.

Kesimpulan Hasil Pengukuran
• Jarum menunjuk angka kemudian & ke tempat semula : kapasitor baik
• Jarum menunjuk angka tdk kembali ke tempat semula : kapasitor bocor
• Jarum tidak bergerak : kapasitor putus
• Jarum menunjuk angka nol : kapasitor short


Sumber : http://ekohasan.blogspot.com/2010/03/mengenal-mengukur-komponen-elektronika.html

Cara Menguji Komponen Dengan Multimeter

Secara umum, para montir elektronik ketika menguji komponen menggunakan bantuan multimeter dalam bekerja. Dengan alat ini dapat diketahui baik atau tidaknya suatu komponen. Pengujian sebelum perakitan sangat penting karena komponen yang dipasang / solder dan dihubungkan dalam keadaan baik semula. Sedangkan bagi para pemula, pengujian dengan multimeter bisa dilakukan. Tetapi belum semuanya mengetahui cara-caranya.


1. Menguji Kondensator
Caranya adalah dengan langkah-langkah berikut di bawah ini:
  1. Mula-mula saklar multimeter diputar ke atas. Tanda panah ke atas tepatnya R x Ohm
  2. Kalibrasi sampai jarum multimeter menunjukkan angka nol tepat saat dua colok (+) dan colok (-) dihubungkan. Putar adjusment untuk menyesuaikan.
  3. Hubungkan colok (-) dengan kaki berkutub negatif kondensator, sedangkan colok (+) dengan kaki positif kondensator. Lihat jarum. Apabila bergerrak dan tidak kembali berarti komponen tersebut masih baik. Jika bergerak dan kembali tetapi tidak seperti posisi semula berarti komponen rusak. Dan apabila jarum tidak bergerak sama sekali dipastikan putus.
2. Menguji Resistor / Tahanan Tetap
Walaupun komponen ini tidak memiliki kutub negatif dan positif tetapi dengan multimeter kita akan menguji kualitasnya. Tidak menutup kemungkinan adanya kerusakan yang disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya karena terbakar/korsleting karena tidak tahan menahan arus yang lebih besar dari nilainya.
Untuk mengujinya dengan multimeter kita boleh membolak-balik kaki resistor ataupun sebaliknya membolak-balik colok (+) dan colok (-).
Langkah-langkah pemeriksaan resistor:
  1. Memutar saklar sampai pada posisi R x Ohm.
  2. Kalibrasi dengan menghubungkan colok (+) dan colok (-). Kemudian memutar penyetel sampai jarum menunjuk pada angka nol (0). Atau putar control adjusment untuk menyesuaikan.
  3. Setelah itu kita hubungkan pencolok (+) pada salah satu kaki resistor, begitu pula colok (-) pada kaki yang lain.
  4. Perhatikan jarum penunjuk. Apakah ia bergerak penuh atau sebaliknya jika bergerak dan tak kembali berarti komponen masih baik. Bila sebaliknya jarum penunjuk skala tidak bergerak berarti resistor rusak.
  5. Komponen resistor yang masih baik juga bisa dinilai dengan sama atau tidak nilai komponen resistor yang tertera pada gelang-gelang warnanya dengan pengukuran melalui multimeter.
3. Menguji variabel kondensator
Menguji variabel kondensator bukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kebocoran. Hal ini disebabkan ia tidak terbuat dari bahan-bahan seperti layaknya yang dipakai dalam pembuatan elco, kondensator keramik dan lain sebagainya.
Tujuan pengujian ini hanyalah untuk mengetahui hubungan/kontak langsung antara rotor dan stator. Jika keduanya berhubungan maka tidak dapat dipakai karena korsleting sehingga menimbulkan suara gemerisik pada radio. Biasanya varco ang demikian dapat diketahui dengan cara memutar-mutar varco guna memperoleh signal (gelombang) dan diiringi suara gemerisik yang lebih tajam dari suara pancaran pemancar.
Untuk mengetahui tingkat korsleting pada sebuah varco adalah dengan :
  1. Pertama-tama memutar saklar multimeter pada posisi R x Ohm atau 1x dan K.
  2. Kalibrasi seperti biasa.
  3. Hubungkan colok (-) dan colok (+) pada masing-masing kaki.
  4. Putar rotornya. Apabila jarum tak bergerak sama sekali berarti varco dalam keadaan baik. Jika bergerak-gerak maka komponen ini terjadi kontak langsung/korsleting.
4. Menguji Dioda
Komponen ini memiliki sepasang kaki yang mana masing-masing berkutub negatif dan positif. Oleh karena itu dalam menguji nanti hendaknya dilakukan dengan benar dan cermat. Tujuan pengujian alat ini adalah untuk mengetahui tingkat kerusakan akibat beberapa hal . Pada dioda yang pernah dipakai dalam suatu rangkaian biasanya disebabkan besarnya tekanan arus sehingga tidak mampu ditahan dan diubah menjadi DC.
Cara pengujian:
  1. Saklar diputar pada posisi Ohmmeter, 1x dan Kalibrasi.
  2. Hubungkan colok (-) dengan kaki negatif (anoda) dan colok (+) dengan kaki positif (katoda).
  3. Kemudian pindahkan pencolok (-) pada kaki anoda dan colok (+) pada kaki katoda. Bila jarum bergerak berarti dioda tersebut rusak. Jika sebaliknya (tak bergerak) maka dioda dalam keadaan baik.
5. Menguji Transformator
Transformator saat kita beli harus dan wajib untuk kita check apakah masih baik dan berfungsi. Karena untuk trafo biasanya tidak diberi garansi apabila rusak setelah dibeli. Hal ini dimungkinkan adanya pemutusan hubungan di gulungan/lilitan sekunder atau primer.
Langkah-langkah:
  1. Putar multimeter saklar pada posisi Ohm 1x.
  2. Kalibrasi.
  3. Hubungkan colok (-) dengan salah satu kaki di gulungan primer, colok (+) pada kaki yang lain di gulungan primer. Bila jarum bergerak maka trafo dalam keadaan baik.
  4. Pada gulungan sekunder lakukan hal yang sama. Apabila jarum multimeter bergerak-gerak maka trafo dalam keadaan baik. Selisih nilai sama dengan selisih tegangan yang tertera pada trafo.
  5. Letakkan colok (-) atau colok (+) ke salah satu kaki di gulungan primer kemudian colok yang lain ke gulungan sekunder. Apabila jarum tidak bergerak maka trafo dalam keadaan baik, menandakan tidak adanya korsleting gulungan primer dengan sekunder dengan body trafo. Lakukan hal sebaliknya.
  6. Langkah terakhir, letakkan colok (-) atau colok (+) ke salah satu kaki di gulungan primer atau sekunder kemudian colok yang lain ke plat pengikat gulungan yang berada di tengah. Apabila jarum tidak bergerak maka trafo dalam keadaan baik, menandakan tidak adanya korsleting gulungan dengan body trafo.
Sumber : http://elektronika-elektronika.blogspot.com/2007/05/cara-menguji-komponen-dengan-multimeter.html

Prospek Mobilitas Penduduk di Era Otonomi Daerah

1. Pengantar

Di samping jumlah penduduknya yang besar, karakteristik penduduk Indonesia yang kurang menguntungkan adalah persebarannya yang tidak merata. Sekitar 60% penduduk Indonesia mengelompok di Pulau Jawa dan Madura yang luasnya hanya 6,9% dari luas seluruh daratan Indonesia.
Ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia erat kaitannya dengan kebijaksanaan Pemerintah Belanda di Indonesia pada abad ke-l9. Mereka mempersiapkan Indonesia sebagai penghasil bahan mentah untuk industri-industri yang berada di Eropa, terutama di negeri Belanda. Bahan mentah seperti karet, kopi, teh, dan tembakau yang sangat dibutuhkan ditanam di Pulau Jawa.
Pada abad ke 19 sebagian investasi dan aktivitas pemerintah Kolonial Belanda dipusatkan di Pulau Jawa karena di samping letaknya yang strategis, kaadaan lahan yang subur sangat menguntungkan bagi usaha pertanian maupun perkebunan. Pembangunan yang dilaksanakan di Jawa membutuhkan banyak tenaga kerja. Di samping tingkat pertumbuhan penduduk alami yang tinggi, juga banyak migran masuk ke Pulau Jawa.
Ketimpangan persebaran penduduk di Indonesia sangat menghambat proses pembangunan, oleh karenanya redistribusi penduduk (baik melalui program transmigrasi maupun program untuk merangsang dan mengarahkan migrasi swakarsa) menjadi salah satu faktor yang dapat mempercepat pembangunan. Redistribusi penduduk ini mempunyai nilai yang sangat penting dari berbagai segi. Dari segi ekonomi, redistribusi penduduk berarti menyediakan tenaga kerja serta keterampilan baik untuk perluasan produksi di daerah-daerah maupun pembukaan lapangan kerja baru. Di samping itu, akan timbul integrasi  ekonomi dan pertumbuhan ekonomi, baik nasional maupun daerah. Ditinjau dari aspek idiologi, redistribusi penduduk berfungsi untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Dari aspek politik, hal ini akan merupakan alat penunjang pembauran etnik, mempersempit kesenjangan kelas maupun wilayah, serta  dapat meningkatkan hubungan antarkelompok. Dilihat dari segi hankam, redistribusi  penduduk juga dinilai dapat mewujudkan terciptanya sishankamrata. Terhadap sumber daya alam, redistribusi penduduk dianggap dapat meningkatkan pengamanan dan sekaligus pemanfaatannya.
2. Mobilitas Penduduk
2.1. Proses Keputusan Migrasi
Manusia bukanlah makhluk yang berpindah-pindah, namun manusia merupakan makhluk yang tidak pernah diam. Perpindahan merupakan bagian dari proses adaptasinya dengan lingkungan sosial, ekonomi, kebudayaan dan ekologi. Oleh karenanya, mobilitas penduduk dalam pelbagai wujudnya jarang mencerminkan adaptasi dalam pengertian yang sederhana.
Mobilitas penduduk di suatu wilayah terjadi karena adanya faktor yang mendorong dan menarik dalam suatu wilayah (push-pull factors). Kondisi sosial ekonomi di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) seseorang menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat memenuhi kebutuhannya. Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility). Daerah tujuan harus mempunyai nilai kefaedahan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asal untuk dapat menimbulkan mobilitas penduduk. Dengan kata lain, jika dikaitkan dengan pembangunan, dapat dikemukakan bahwa ketimpangan pembangunan antar daerah merupakan faktor yang menjadi pemicu mobilitas penduduk.
Terdapat empat kelompok faktor yang mempengaruhi orang mengambil keputusan untuk bermigrasi dan proses migrasi, yaitu :
  1. Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal
  2. Faktor – faktor yang terdapat di daerah tujuan
  3. Penghalang antara
  4. Faktor – faktor pribadi
Dalam setiap daerah banyak sekali faktor yang mempengaruhi orang untuk menetap di situ atau menarik orang untuk pindah kesitu, serta ada pula faktor-faktor lain yang memaksa mereka meninggalkan daerah itu. Beberapa faktor itu mempunyai pengaruh yang sama terhadap beberapa orang, sedangkan ada faktor yang berpengaruh berbeda terhadap seseorang. Oleh karenanya akan terdapat perbedaan sikap antara setiap migran dan calon migran terhadap faktor + dan -, yang terdapat baik di daerah asal maupun daerah tujuan.
Keputusan bermigrasi dalam konteks ini merupakan hasil perbandingan faktor-faktor yang terdapat di daerah asal dan di daerah tujuan. Selanjutnya, diantara dua tempat itu selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak terlalu berat, tetapi dalam keadaan-keadaan lain tidak dapat diatasi.
Sejumlah rintangan yang sama tentu dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda pada orang yang satu dengan yang lainnya, yang akan mempengaruhi keputusan bermigrasi. Akhirnya masih banyak faktor pribadi yang berpengaruh terhadap seseorang yang akan pindah, faktor-faktor itu dapat mempermudah atau memperlambat migrasi.
 2.2. Karakteristik Migran
Sebagai akibat dari proses yang mendasari dalam pengambilan keputusan bermigrasi, migran memiliki beberapa karakteristik khusus yang perlu dipahami dalam memahami fenomena migrasi itu sendiri.
1.     Migrasi itu selektif
Migran umumnya bukanlah ‘orang-orang sembarangan’ di daerah asalnya. Reaksi orang berbeda terhadap faktor-faktor yang bersifat positif maupun negatif yang terdapat di tempat asal dan tempat tujuan. Selain itu, kemampuan mereka untuk mengatasi rintangan-rintangan antara daerah asal dengan daerah tujuan itu tidak sama.
Sifat selektif tersebut terdiri dari selektif positif dan selektif negatif. Sifat positif berarti bahwa migrasi itu melibatkan orang-orang yang berkualitas tinggi dan negatif adalah sebaliknya.
2.     Jika migran-migran itu diperhatikan secara keseluruhan, seleksi itu cenderung bersifat bimodal atau dua bentuk.
Artinya migran masuk di suatu daerah bisa terdiri dari kelompok seleksi positif (dipengaruhi oleh faktor positif di daerah tujuan) dan kelompok seleksi negatif  (didorong oleh faktor negatif di daerah asal).
3.     Tingkat seleksi positif  bertambah sebanding dengan kesulitan dari rintangan-rintangan yang menghambat
Semakin tinggi kesulitan dalam menghadapi rintangan-rintangan dari daerah asal ke daerah tujuan, maka migran yang masuk ke suatu daerah tujuan cenderung merupakan migran hasil seleksi positif.
4.     Ada kecenderungan bahwa migran mempunyai ciri-ciri diantara ciri-ciri penduduk daerah asal dan ciri-ciri penduduk daerah tujuan
Bahkan sebelum meninggalkan tempat asalnya, para migran cenderung sudah mengambil beberapa sifat dari penduduk di daerah tujuan, akan tetapi mereka tidak dapat melepaskan sama sekali beberapa dari ciri yang telah dimilikinya di daerah asalnya. Hal ini disebabkan karena mereka dalam beberapa hal sudah menyukai penduduk di tempat yang mereka tuju, tempat mereka menemukan beberapa faktor positif. Sifat mereka tidak lagi sepenuhnya seperti penduduk di tempat asal, karena ada faktor-faktor negatif tertentu yang menyebabkan mereka pindah.
 2.3. Volume Migrasi
1.     Volume migrasi di dalam suatu wilayah tertentu bervariasi sesuai dengan tingkat keanekaragaman daerah-daerah di dalam wilayah itu
Keanekaragaman daerah-daerah di dalam suatu wilayah tertentu, akan cenderung membuka peluang pekerjaan/berusaha yang berbeda-beda pada masing-masing daerah, dan akan cenderung meningkatkan volume migrasi
2.     Besarnya volume migrasi sebanding dengan keanekaragaman orang
Keanekaragaman penduduk menunjukkan adanya kelompok-kelompok yang mempunyai keahlian dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu.
3.     Volume migrasi berkaitan dengan kesulitan mengatasi penghalang antara
Hal ini terkait dengan kemampuan migran mengatasi penghalang antara tersebut
4.     Volume migrasi bervariasi sebanding dengan fluktuasi ekonomi, dan volume migrasi sebanding dengan kemajuan keadaan di suatu negara atau wilayah
Semakin maju perekonomian suatu wilayah, migrasi cenderung akan meningkat. Oleh karenanya, fluktuasi ekonomi juga akan menyebabkan fluktuasi dan variasi dalam volume migrasi
5.     Volume migrasi makin cenderung meningkat, kecuali bila diadakan rintangan yang ketat
Volume migrasi cenderung terus meningkat berdasarkan beberapa alasan, antara lain karena meningkatnya keanekaragaman daerah dan keanekaragamman penduduk serta berkurangnya faktor-faktor penghalang antara.
 2.4. Dampak Migrasi Terhadap Pembangunan Daerah
Kaitan antara pembangunan dan migrasi, serta dampak kaitan itu telah lama menjadi perhatian para ahli dan perencana pembangunan. Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa kegiatan pembangunan yang menentukan arah dan volume migrasi, tetapi disisi lain terdapat juga pandangan yang menyatakan arah dan volume migrasi yang menentukan laju pembangunan. Selanjutnya, dalam konteks dampak kaitan tersebut, terdapat pandangan yang menyatakan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja dapat mendorong pembangunan, tetapi juga terdapat pandangan bahwa migrasi pekerja ini dapat mengganggu proses pembangunan.
Pandangan negatif menyatakan bahwa migrasi  keluar golongan angkatan kerja potensial berusia muda dan berpendidikan dari pedesaan atau suatu daerah ke kota atau ke daerah lain, cenderung membawa dampak negatif bagi daerah yang ditinggalkan. Oleh karenanya, migrasi diduga dapat mengganggu dan memperlambat proses pembangunan wilayah. Brain drain tidak hanya memunculkan masalah langkanya angkatan kerja penggerak pembangunan, tetapi juga dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi daerah. Di daerah tujuan (kota), mobilitas pekerja tidak hanya mempersulit penataan kota, tetapi juga memunculkan kelebihan angkatan kerja yang kemudian memunculkan masalah pengangguran, pekerja miskin di sektor informal, kemiskinan dan kampung kumuh di kota.
Pandangan positif menyatakan bahwa dampak negatif sebagaiaman yang dikemukakan sebelumnya tidak sepenuhnya berlaku di negara-negara sedang berkembang. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa mobilitas atau migrasi pekerja merupakan salah satu strategi yang tersedia bagi rumah tangga pedesaan/miskin, untuk turut meraih dan menikmati  kue pembangunan yang cenderung menumpuk di kota/daerah yang lebih maju. Dengan mengalokasikan sumberdaya manusia yang ada, rumah tangga pedesaan/miskin berusaha memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di luar daerahnya. Hasil kerja di luar daerah sedapat mungkin ditabung kemudian dikirimkan dan dimanfaatkan di daerah asalnya.
Kiriman (remittances) dari para migran pekerja mempunyai dampak positif bagi rumah tangga pedesaan/miskin dan ekonomi pedesaan/daerah-daerah yang kurang berkembang. Pada tahap awal, remitan dari pekerja migran memang sebagian besar hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari keluarga yang ditinggalkan. Namun demikian, pada tahap-tahap lebih lanjut, remitan mulai banyak dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, untuk digunakan sebagai modal berusaha.
 3. Prospek Mobilitas Penduduk di Era Otonomi Daerah
Sejak 1 Januari 2001 Indonesia memasuki era otonomi daerah, dengan diterapkannya secara resmi UU no 22/1999 dan UU no 25/1999. Atas dasar tersebut Pemerintahan Pusat memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga memberi peluang kepada Daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.
Tujuan peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Melalui desentralisasi ini pembuatan kebijakan yang menyangkut kehidupan kemasyarakatan didekatkan kepada masyarakat. Hal ini akan dapat mempercepat pembangunan ekonomi sekaligus pemerataan pembangunan antar daerah.
Namun demikian, sampai saat ini setelah hampir tiga tahun pelaksanaannya, masih belum terdapat kesamaan persepsi kita dalam memandang dampak dari otonomi daerah. Hal ini pada akhinya memunculkan sikap optimis dan pesimis yang berjalan bersamaan seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah.
Terjadinya hal tersebut disebabkan  otonomi yang dilaksanakan di daerah-daerah tidak berjalan dari landasan yang sama. Paling tidak, terdapat dua hal yang dapat dicatat.
1.   Kesiapan sumberdaya alam (sekaligus sumberdaya buatan) di daerah dalam menghadapi otonomi.
Daerah-daerah dengan sumberdaya alam yang relatif siap, cenderung  bersikap optimis terhadap pelaksanaan otonomi di daerahnya. Dengan pemberian kewenangan yang luas kepada daerah, mereka dapat menggali berbagai potensi yang ada untuk memacu pembangunan dan sekaligus mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, daerah yang secara sumberdaya alam ternyata belum siap, umumnya bersikap sebaliknya, yaitu lebih memperlihatkan sikap pesimis bahwa otonomi daerah dapat efektif dilaksanakan di daerahnya.
2. Kematangan dan kemampuan organisasi civil society (kelompok-kelompok warga) di daerah dalam menyikapi otonomi daerah.
Otonomi daerah dengan berbagai penyerahan kewenangan didalamnya telah memberikan penguatan yang tiba-tiba pada struktur dan institusi pemerintah daerah. Penguatan ini memunculkan dua fenomena yang berbeda pada daerah-daerah.
Fenomena pertama adalah munculnya inovasi dan berbagai ujicoba yang semakin mengarah pada ‘institusionalisasi local good governance’. Ini terjadi pada daerah-daerah yang telah mempunyai berbagai organisasi civil society yang relatif cukup mandiri dari pengaruh dan kontrol negara, serta mampu mengimbangi penguatan yang terjadi pada struktur dan institusi pemerintah daerah.
Fenomena kedua adalah terjadinya kristalisasi kekuasaan elit baru di daerah. Ini terjadi ketika penguatan kewenangan pada struktur dan institusi pemerintah daerah relatif tidak diimbangi dengan munculnya kekuatan pengimbang dari kalangan warga sendiri.
Untuk mendeteksi apakah satu kabupaten atau kota tertentu didominasi oleh fenomena pertama atau kedua, paling tidak dapat dilihat dari aspek berikut:
Fenomena Pertama
Fenomena Kedua
Munculnya berbagai produk Perda yang memberi jaminan bahwa Pemda mempunyai kewajiban untuk mening-katkan pelayanan bagi warga mereka
Cenderung memunculkan Perda-Perda yang berpotensi menyedot sumberda-ya di daerah tersebut tanpa memikir-kan keberlangsungan resources yang bersangkutan
Alokasi dana (baik dari DAU maupun PAD) yang berimbang dan proporsio-nal antara dana rutin dan pembang-unan
Cenderung mengalokasikan secara berlebihan pada dana rutin
Rencana pembangunan mengarah pada pembangunan sektor-sektor non fisik seperti pengembangan ekonomi kerakyatan, pendidikan, kesehatan dan berbagai bentuk program kesejahtera-an rakyat lainnya
Rencana pembangunan didominasi untuk pembangunan fisik
Proses penentuan perencanaan pem-bangunan melibatkan warga setempat secara lebih luas
Proses penentuan perencanaan pem-bangunan masih ditentukan oleh segelintir elite lokal.
 Berdasarkan kesiapan sumberdaya dan struktur sosial politik yang ada di daerah ini, dalam konteks otonomi kita dapat membagi empat tipe daerah

Kondisi Organisasi
Kondisi Sumberdaya Alam
Civil Society
Siap
Tidak Siap
Siap
Daerah Tipe I
Daerah Tipe III
Tidak Siap
Daerah Tipe II
Daerah Tipe IV
 Lalu, dalam kondisi otonomi daerah seperti ini, bagaimanakah prospek mobilitas penduduk antar daerah ?
Hal pertama yang harus dipahami adalah, dengan atau tanpa otonomi daerah, volume mobilitas penduduk akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pembangunan. Oleh karenanya, jika pelaksanaan otonomi daerah mampu memacu lebih cepat pembangunan daerah sekaligus pembangunan nasional, maka di era otonomi daerah ini akan terjadi peningkatan volume mobilitas penduduk  yang jauh lebih pesat dibandingkan peningkatan volume yang pernah dialami Indonesia pada masa lalu.
Kedua adalah menyangkut pada arus dan arah mobilitas penduduk itu sendiri. Arus dan arah mobilitas penduduk sangat ditentukan oleh  distribusi empat tipe daerah yang telah dikemukakan diatas.
Kondisi ideal dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pada daerah tipe I. Pada daerah ini,  kematangan dan kemandirian organisasi civil society akan mampu mengimbangai kekuatan struktur dan institusi pemerintah. Akan terjadi interaksi yang intensif antara kelompok-kelompok warga tersebut dengan pemerintah daerah dan DPRD masing-masing, yang hasilnya tercermin dari berbagai inovasi yang makin memberikan ruang gerak bagi warga masyarakat untuk terlibat aktif dalam setiap bentuk penyelenggaraan good governance. Didukung dengan sumberdaya alam yang potensial, maka daerah ini akan tumbuh dengan cepat dan menarik minat migran masuk ke daerah tersebut.
Daerah tipe I akan menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru, Dan arus migran masuk yang tinggi ke daerah ini dalam batas-batas tertentu, pada tahap selanjutnya akan lebih memacu pertumbuhan pembangunan daerah yang bersangkutan. Daerah potensial semacam ini umumnya akan didatangi oleh migran dengan kualitas sumberdaya manusia yang tinggi. Selain itu, berbagai aktivitas baru dalam perekonomian (yang muncul dari berbagai upaya inovasi emansipatoris) yang membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan yang tidak dimiliki di daerah tersebut akan dapat diisi oleh migran masuk ini.
Untuk daerah tipe II, pada dasarnya merupakan daerah potensial untuk tumbuh. Namun, sebagai akibat lemahnya organisasi civil society, penguatan  pada struktur dan institusi pemerintah akibat otonomi daerah, akan menimbulkan elite baru di daerah. Untuk melegitimasi kekuasaannya mereka umumnya mengibarkan isu-isu seperti primordialisme, aliran, putra daerah dan simbol-simbol keagamaan dengan menggunakan kendaraan partai politik dan institusi status quo di daerah. Isu-isu primordialisme yang selalu didengung-dengungkan oleh elite di daerah tersebut  berimbas pada munculnya ego kedaerahan yang berlebihan pada penduduk asli setempat  yang mendorong timbulnya konflik etnis, penolakan terhadap kehadiran pendatang dari luar daerah, dan desakan untuk menyusun peraturan-peraturan atau kebijakan yang membatasi berkembangnya kemampuan dari penduduk pendatang. Hal ini menjadi faktor penghalang bagi migran potensial ke daerah tersebut, sehingga meskipun daerah tersebut potensial secara sumberdaya alam tetapi volume mobilitas masuk ke daerah tersebut cenderung akan rendah.
Selain itu, dengan lemahnya organisasi civil society ini menyebabkan elite di daerah lebih leluasa untuk mereproduksi berbagai Perda mengenai retribusi, memunculkan berbagai peraturan-peratuan baru yang membatasi arus lalu lintas perdagangan dan investasi di daerah tersebut, mengekploitasi secara berlebihan terhadap sumber-sumber alam utama daerah, dan memunculkan berbagai kebijakan dalam pemberian layanan serta fasilitas baru yang agak berlebihan terhadap aparatur daerah, khususnya anggota DPRD, Pemda dan unit-unit birokrasi lain.
Semua hal tersebut pada dasarnya telah menghilangkan inovasi-inovasi untuk menumbuhkan aktivitas-aktivitas baru dalam perekonomian. Oleh karenanya, daerah ini tidak akan tumbuh secepat yang diharapkan sesuai dengan potensinya. Ini juga menjadi faktor yang tidak menarik bagi migran masuk ke daerah tersebut.
Untuk daerah tipe III, dalam jangka pendek, pelaksanaan otonomi daerah belum akan mampu memacu lebih cepat pembangunan di daerah tersebut. Oleh karenanya, arus mobilitas penduduk ke daerah tersebut juga akan relatif terbatas. Namun demikian dalam jangka panjang, dengan berbagai inovasi atas keterbatasan sumberdaya alam yang mereka miliki, daerah ini akan mampu menumbuhkan berbagai aktivitas perekonomian baru yang mendorong laju pembangunan daerah yang bersangkutan. Oleh karenanya, dalam jangka panjang daerah ini juga akan bertumbuh cepat dan menarik migran masuk ke daerah tersebut.
Untuk daerah tipe IV, secara nyata adalah daerah yang belum siap dalam memasuki era otonomi daerah. Dalam konteks mobilitas penduduk, daerah ini akan menjadi daerah pengirim migran terbesar dan menerima migran  masuk dalam jumlah yang relatif sedikit.
 6.     Penutup
Mobilitas penduduk merupakan hak azasi setiap individu, dan ini sesuai dengan UU Hak Azasi Manusia No. 39 Tahun 1999 bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk secara bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
.
Oleh karenanya, fenomena mobilitas penduduk yang diperkirakan akan meningkat dalam era otonomi daerah ini dan diperkirakan akan menuju pada daerah-daerah tertentu, harus disikapi dengan arif dan demokratis, tanpa pembatasan yang bersinggungan dengan hak azasi manusia. Terpenting bagi daerah adalah bagaimana mengarahkan dan merangsang mobilitas penduduk ini ke arah yang memberikan dampak positif pada daerah tujuan maupun pada daerah asal dari penduduk migran tersebut.

sumber : 
http://junaidichaniago.wordpress.com/2008/05/26/prospek-mobilitas-penduduk-di-era-otonomi-daerah/

Selasa, 19 Oktober 2010

IC ( Integrated Circuit )

IC (Integrated Circuit) merupakan suatu komponen semikonduktor yang di dalamnya terdapat puluhan, ratusan atau ribuan, bahkan lebih komponen dasar elektronik yang terdiri dari sejumlah komponen resistor, transistor, diode, dan komponen semikonduktor lainnya. Komponen dalam IC tersebut membentuk suatu rangkaian yang terintegrasi menjadi sebuah rangkaian berbentuk chip kecil.


Gambar 1. IC ( Integrated Circuit )

IC digunakan untuk beberapa keperluan pembuatan peralatan elektronik agar mudah dirangkai menjadi peralatan yang berukuran relatif kecil. Sebelum adanya IC, hampir seluruh peralatan elektronik dibuat dari satuan-satuan komponen (individual) yang dihubungkan satu sama lainnya menggunakan kawat atau kabel, sehingga tampak mempunyai ukuran besar serta tidak praktis. Ditinjau dari segi bahan baku, IC dibalut dalam kemasan (packages) tertentu agar dapat terlindungi dari gangguan luar seperti terhadap kelembaban debu dan kontaminasi zat lainnya. Kemasan IC dibuat dari bahan ceramic dan plastic, serta didesain untuk mudah dalam pemasangan dan penyambungannya. IC dapat bekerja dengan diberikan catuan tegangan 5 – 12 volt sesuai dengan tipe IC nya. Jika diberikan masukan tegangan lebih dari batas yang telah ditentukan maka IC tersebut dapat dikatakan rusak, untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada kelebihan dan kelemahan dari IC sendiri.
Adapun kita sebagai pengguna IC harus dapat mempelajari beberapa hal berikut ini, yaitu :
  1. Keunggulan IC (Integrated Circuit)
  2. IC telah digunakan secara luas diberbagai bidang, salah satunya dibidang industri Dirgantara, dimana rangkaian kontrol elektroniknya akan semakin ringkas dan kecil sehingga dapat mengurangi berat Satelit, Misil dan jenis-jenis pesawat ruang angkasa lainnya. Desain komputer yang sangat kompleks dapat dipermudah, sehingga banyaknya komponen dapat dikurangi dan ukuran motherboardnya dapat diperkecil. Contoh lain misalnya IC digunakan di dalam mesin penghitung elektronik (kalkulator), juga telepon seluler (ponsel) yang bentuknya relative kecil. Di era teknologi canggih saat ini, peralatan elektronik dituntut agar mempunyai ukuran dan beratnya seringan dan sekecil mungkin dan hal itu dapat dimungkinkan dengan penggunaannya IC. Selain ukuran dan berat IC yang kecil dan ringan, IC juga memberikan keuntungan lain yaitu bila dibandingkan dengan sirkit - sirkit konvensional yang banyak menggunakan komponen IC dengan sirkit yang relatif kecil hanya mengkonsumsi sedikit sumber tenaga dan tidak menimbulkan panas berlebih sehingga tidak membutuhkan pendinginan (cooling system).
  3. Kelemahan IC (Integrated Circuit)
  4. Pada uraian sebelumnya nampak seolah-olah IC begitu sempurna dibanding komponen elektronik konvensional, padalah tidak ada sesuatu komponen yang memiliki kelemahan. Kelemahan IC atau kategori IC itu dapat dikatakan rusak antara lain adalah keterbatasannya di dalam menghadapi kelebihan arus listrik yang besar, dimana arus listrik berlebihan dapat menimbulkan panas di dalam komponen, sehingga komponen yang kecil seperti IC akan mudah rusak jika timbul panas yang berlebihan. Demikian pula keterbatasan IC dalam menghadapi tegangan yang besar, dimana tegangan yang besar dapat merusak lapisan isolator antar komponen di dalam IC. Contoh kerusakan misalnya, terjadi hubungan singkat antara komponen satu dengan lainnya di dalam IC, bila hal ini terjadi, maka IC dapat rusak dan menjadi tidak berguna.
TTL (Transistor – Transistor Logic)
IC yang paling banyak digunakan secara luas saat ini adalah IC digital yang dipergunakan untuk peralatan komputer, kalkulator dan system kontrol elektronik. IC digital bekerja dengan dasar pengoperasian bilangan Biner Logic (bilangan dasar 2) yaitu hanya mengenal dua kondisi saja 1(on) dan 0 (off).
Jenis IC digital terdapat 2(dua) jenis yaitu TTL dan CMOS. Namun dalam laporan ini hanya akan membahas tentang IC jenis TTL. Jenis IC-TTL dibangun dengan menggunakan transistor sebagai komponen utamanya dan fungsinya dipergunakan untuk berbagai variasi Logic, sehingga dinamakan Transistor.
  1. Transistor Logic
  2. Dalam satu kemasan IC terdapat beberapa macam gate (gerbang) yang dapat melakukan berbagai macam fungsi logic seperti AND, NAND, OR, NOR, XOR serta beberapa fungsi logic lainnya seperti Decoder, Sevent Segment, Multiplexer dan Memory sehingga pin (kaki) IC jumlahnya banyak dan bervariasi ada yang 8,14,16,24 dan 40. IC TTL dapat bekerja dengan diberi tegangan 5 Volt.
    Gambar 2. Pin (kaki) IC
    Dengan tipe pengemasan seperti ini, IC memiliki dua set pin parallel pada sisi yang berlawanan. Pin-pin tersebut dinomori berlawanan arah jarum jam dengan satu pin berada pada pojok kiri bawah dan pin no.1 ditandai dengan adanya setengah lingkaran dan titik diatasnya. Normalnya pin 7 adalah ground, dan pin 14 adalah vcc. IC TTL memiliki beberapa bentuk dan dapat memiliki lebih dari 14 pin.
  3. Gerbang Logika Dasar
    1. Gerbang AND (74LS08)
    2. Gerbang logika yang kerjanya seperti saklar seri. Gerbang AND mempunyai dua atau lebih input dan memiliki satu output. Output akan berlogika "1" jika semua input ( input A AND B ) berlogika "1". Jika salah satu input berlogika "0" maka output akan berlogika "0"
      Gambar 3. Simbol Gerbang AND
      Untuk menguji gerbang AND, digunakan IC 7408. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 4. Struktur IC 7408
      Tabel 1. Tabel Kebenaran Gerbang AND
    3. Gerbang OR (74LS32)
    4. Gerbang OR mempunyai dua atau lebih input dan memiliki satu output. Apabila salah satu input berlogika "1", maka output akan berlogika "1". Jika semua input berlogika "0", maka output akan berlogika "0".
      Gambar 5. Simbol Gerbang OR
      Untuk menguji gerbang OR, dugunakan IC 7432. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 6. Struktur IC 7432
      Tabel 2. Kebenaran Gerbang OR
    5. Gerbang NOT (74LS04)
    6. Gerbang NOT hanya memiliki satu input dan satu output saja. Apabila input berlogika "0", maka output akan berlogika "1". Dan jika semua input berlogika "1", maka output akan berlogika "0".
      Gambar 7. Simbol Gerbang NOT
      Tabel 3. Kebenaran Gerbang NOT
    7. Gerbang NAND ( 74LS00 )
    8. Gerbang NAND merupakan kombinasi dari gerbang AND dan gerbang NOT. Sehingga keluaran dari gerbang NAND merupakan komplemen dari keluaran gerbang AND. Untuk menguji gerbang NAND, digunakan IC 7400. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 08. Simbol Gerbang NAND
      Gambar 9. Struktur IC 7400
      Tabel 4. Kebenaran Gerbang NAND
    9. Gerbang NOR ( 74LS02 )
    10. Gerbang NOR merupakan kombinasi dari gerbang OR dan gerbang NOT. Sehingga keluaran dari gerbang NOR merupakan komplemen dari keluaran gerbang OR.
      Gambar 10. Simbol Gerbang NOR
      Untuk menguji gerbang NOR, digunakan IC 7402. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 11. Struktur IC 7402
      Tabel 5. Kebenaran Gerbang NOR
    11. Gerbang XOR ( 74LS86 )
    12. Gerbang XOR merupakan kata lain dari exclusive – OR. XOR akan memberikan output logika "1", jika inputnya memberikan keadaan yang berbeda. Dan jika inputnya memberikan keadaan yang sama, maka outputnya akan memberikan logika "0".
      Gambar 12. Simbol Gerbang XOR
      Untuk menguji gerbang XOR, digunakan IC 7486. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 13. Struktur IC 7486
      Tabel 6. Kebenaran Gerbang XOR
  4. Rangkaian Kombinasional
    1. Decoder (74LS138)
    2. Decoder merupakan rangkaian kombinasional yang mempunyai masukkan (input) sebanyak n dan keluarannya (output) sebanyak 2 n. Decoder berfungsi untuk mengaktifkan salah satu dari saluran keluarannya untuk setiap pola masukan yang berbeda-beda. Decoder bersifat active low dan dilengkapi dengan saluran masukan enable low. Keluaran bersifat active low maksudnya saluran keluaran dikatakan aktif jika kondisi keluaran tersebut adalah low atau memiliki tegangan rendah. Enable berfungsi untuk mengaktifkan atau me-nonaktif-kan rangkaian. Enable low maksudnya rangkaian akan aktif jika enable diberi masukan low atau tegangan rendah. Untuk menguji Decoder, digunakan IC 74138. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 14. Sruktur IC 74138
    3. Multiplexer (74LS157)
    4. Multiplexer merupakan rangkaian kombinasional yang memiliki masukan sejumlah 2n bit, n selector dan satu output. Multiplexer disebut juga data selector karena selector pada rangkaian multiplexer berfungsi untuk memilih data pada input mana yang akan dilewatkan ke output. Seperti decoder, multiplexer juga memiliki enable yang bersifat low yang berfungsi untuk mengaktifkan atau me-non-aktif-kan rangkaian. Untuk menguji Multiplexer, digunakan IC 74157. Dimana struktur dari IC ini adalah:
      Gambar 15. Sruktur IC 74157
  5. Rangkaian Kombinasional merupakan rangkaian yang hanya dipengaruhi oleh kondisi input saat itu. Yang termasuk dalam rangkaian kombinasional adalah sebagai berikut :
  6. Flip – Flop
  7. Flip – Flop merupakan komponen dengan satu bit memori dari basic cell yang beroperasi berdasarkan control dari sinyal clock. Data Flip – Flop (74LS74) D – FF adalah sebuah flip-flop yang memiliki satu data input dimana operasi dari flip-flop ini dikontrol oleh sebuah sinyal clock, sehingga saat clock aktif terus tanpa mengalami perubahan logic level maka noise logic dapat terkunci dan diteruskan ke output next state.
    Untuk menguji D - FF, digunakan IC 7474. Dimana struktur dari IC ini adalah:

    Sumber: PERANCANGAN DAN REALISASI IC TESTER DENGAN TAMPILAN LCD (DESIGN AND REALIZATION DIGITAL IC TESTER WITH DISPLAY ON LCD) SARI TRI PRATIWI (611060113) Library IT TELKOM Bandung 
    http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?option=com_content&view=article&id=671:ic&catid=16:mikroprocessorkontroller&Itemid=15

Selasa, 12 Oktober 2010

Batere untuk Sel Surya

Baterai adalah alat penyimpan tenaga listrik arus searah ( DC ). 
 

Ada beberapa jenis baterai / aki di pasaran yaitu jenis aki basah/konvensional, hybrid dan MF ( Maintenance Free ).
Aki basah/konvensional berarti masih menggunakan asam sulfat ( H2SO4 ) dalam bentuk cair.  Sedangkan aki MF sering disebut juga aki kering karena asam sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai.  Dalam hal mempertimbangkan posisi peletakkannya maka aki kering tidak mempunyai kendala, lain halnya dengan aki basah.

Aki konvensional juga kandungan timbalnya ( Pb ) masih tinggi sekitar 2,5%untuk masing-masing sel positif dan negatif.  Sedangkan jenis hybrid kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi masing-masing 1,7%, hanya saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur Calsium.  Sedangkan aki MF / aki kering sel positifnya masih menggunakan timbal 1,7% tetapi sel negatifnya sudah tidak menggunakan timbal melainkan Calsium sebesar 1,7%. Pada Calsium battery Asam Sulfatnya ( H2SO4 ) masih berbentuk cairan, hanya saja hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat penguapannya kecil sekali dan dikondensasi kembali.  Teknologi sekarang bahkan sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.

Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :

  • Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik.  Bila pertimbangannya untuk segala posisi maka aki kering adalah pilihan utama karena cairan air aki tidak akan tumpah.  Kendaraan off road biasanya menggunakan aki kering mengingat medannya yang berat. Aki ikut terguncang-guncang dan terbanting.  Aki kering tahan goncangan sedangkan aki basah bahan elektodanya mudah rapuh terkena goncangan.
  • Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang bertegangan 6V, 12V da 24V.  Ada juga yang multipole yang mempunyai beberapa titik tegangan.  Yang custom juga ada, biasanya dipakai untuk keperluan industri.
  • Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah ( Ampere hour ), yang menyatakan kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut dapat bertahan mensuplai arus untuk beban / load.
  • Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start yang dapat disuplai untuk pertama kali pada saat beban dihidupkan.  Aki kering biasanya mempunyai cranking ampere yang lebih besar dibandingkan aki basah.  Itu sebabnya perangkat audio mobil banyak menggunakan aki kering.
  • Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin yang sering dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja.  Aki basah, tegangan dan kapasitasnya akan menurun bila disimpan lama tanpa recharge, sedangkan aki kering relatif stabil bila di simpan untuk jangka waktu lama tanpa recharge.
  • Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka harganya pun jauh lebih mahal daripada aki basah.  Untuk menjembatani rentang harga yang jauh maka produsen aki  juga  memproduksi jenis aki kalsium ( calcium battery ) yang harganya diantara keduanya.
  • Sumber : http://panelselsurya.com/index.php/batere